Kupasan.com — Sengketa lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Cemerlang Abadi (CA) seluas 4.800 hektare di Kecamatan Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya), hingga kini belum menemukan jalan keluar.
Menurut informasi yang diterima Kupasan.com, Pemerintah Kabupaten Abdya dan PT Cemerlang Abadi (PT CA) dijadwalkan hadir dalam pertemuan di Jakarta pada 23 Juni 2025, yang difasilitasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Namun, undangan pertemuan ini baru terungkap ke publik setelah wartawan menanyakan langsung kepada Kepala Dinas Pertanahan Abdya, Rizal.
“Infonya benar, pak. Agendanya, kita belum tahu, pak. PT CA juga dapat undangannya,” ungkap Rizal singkat.
Tanpa adanya pertanyaan dari jurnalis, besar kemungkinan masyarakat tidak akan mengetahui soal itu. Situasi ini pun memunculkan kritik terkait kurangnya transparansi informasi, terutama dalam isu penting seperti sengketa lahan rakyat itu.
Untuk diketahui, PT CA disebut telah dua kali memenangkan gugatan hukum, dan kini semua pihak menunggu hasil kasasi di Mahkamah Agung.
Apabila putusan kasasi berpihak pada perusahaan, pemerintah pusat dan daerah harus bersikap hati-hati agar tidak memicu potensi konflik baru.
Sebab, masyarakat Abdya sendiri sudah lama menyuarakan hak atas lahan tersebut. Tahun lalu, ribuan warga sempat menduduki dan membagi-bagi lahan bekas HGU secara mandiri, sebagai bentuk kekecewaan terhadap lambatnya pelaksanaan program Reforma Agraria.
Aksi ini bahkan membuat aparat keamanan harus dikerahkan untuk menjaga ketertiban.
Sebelumnya, Bupati Abdya, Safaruddin, pernah menyatakan rencana mengalihfungsikan sebagian lahan bekas HGU itu menjadi sawah baru untuk masyarakat. Namun hingga kini, belum ada kejelasan teknis maupun waktu pelaksanaan.
Oleh karenanya, dengan semakin dekatnya jadwal pertemuan pada 23 Juni 2025, harapan publik pun kembali menggantung. Masyarakat menanti bukan sekadar pembahasan di atas meja, tapi langkah nyata yang menjawab keresahan dan ketidakpastian selama bertahun-tahun.
Kemudian, keterbukaan informasi, keberpihakan kepada rakyat, dan kejelasan arah kebijakan akan jadi ukuran utama. Karena pada akhirnya, tanah bukan sekadar soal hukum, tapi tentang hidup, hak, dan masa depan masyarakat Abdya.