Konsultan Wajibkan Batu Belah di Proyek Abdya, Dinas PU Tegaskan Tak Ada Aturan Khusus

Kupasan.com — Kebijakan internal dari konsultan perencanaan yang mewajibkan penggunaan batu belah untuk pondasi semua proyek infrastruktur di Aceh Barat Daya (Abdya) memicu kontroversi di kalangan pemangku kepentingan.

Salah seorang konsultan kepada wartawan, di Blangpidie, Selasa (8/7) menyebut bahwa pemakaian batu belah diwajibkan untuk meningkatkan mutu konstruksi pondasi bangunan pemerintah seperti rumah dinas, kantor, sekolah, puskesmas, dan Pustu.

Kebijakan tersebut dilakukan tahun 2025 disebut sebagai bentuk menjalankan regulasi dan edaran dan juga langkah untuk mengantisipasi temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Kabupaten di masa mendatang.

Namun, Kepala Inspektorat Abdya, Amiruddin, saat ditanya wartawan, menilai bahwa legalitas kebijakan ini perlu dikonfirmasi langsung ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

“Terima kasih informasinya. Mohon dikonfirmasi langsung ke dinas teknis, yaitu PUPR,” ujar Amiruddin.

Terpisah, PLH Kepala Dinas PUPR Abdya, Zedi Saputra, membantah adanya regulasi resmi yang mewajibkan penggunaan batu belah.

“Tidak ada aturan atau kebijakan seperti itu di Abdya,” tegasnya.

Di sisi lain, kalangan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari pencarian batu sungai lokal mengaku dirugikan jika kebijakan itu diterapkan.

Jika batu belah menjadi satu-satunya pilihan, maka hasil pencarian dan pengumpulan batu secara manual di Krueng Adan, Krueng Susoh, Krueng Baru, dan Krueng Babahrot tak lagi dibeli untuk kebutuhan proyek pemerintah.

Mirisnya lagi tidak adanya galian C batu belah yang legal di Abdya membuat rekanan harus mendatangkan material dari Aceh Selatan, sehingga perputaran dana proyek Abdya justru lari ke luar daerah.

Padahal, penggunaan batu sungai lokal selama ini sudah terbukti ekonomis dan kuat. Harganya jauh lebih murah, sementara kualitasnya tetap mumpuni.

“Kalau hanya batu belah yang dipakai, mereka yang selama ini mencari kebutuhan hidup dari batu sungai mau makan apa?” keluh, Usman sopir truck pengangkut batu.

Kemudian, secara teknis, pondasi bangunan menggunakan batu sungai sudah belasan tahun masih berdiri kokoh hingga kini. Bahkan yang lebih dulu rusak justru bagian atap, bukan pondasinya.

Perbedaan harga pun jadi sorotan. Batu belah disebut tiga kali lipat lebih mahal dari harga batu sungai, sehingga dinilai menghamburkan anggaran daerah yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan lain yang lebih bermanfaat.

Disrankan, keputusan yang dinilai hanya berdasarkan analisa teknis dari konsultan, sebaiknya ditinjau ulang dengan mempertimbangkan dampak sosial ekonomi masyarakat lokal.

Pos terkait