Kupasan.com – Aceh kehilangan 10.610 hektare tutupan hutan sepanjang 2024, naik 19 persen dibanding tahun sebelumnya. Dari total itu, Aceh Utara tercatat kehilangan 937 hektare hutan, sebagian besar akibat perambahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Koordinator MaTA Alfian menyebutkan lima wilayah dengan kehilangan hutan terluas yakni Aceh Selatan 1.537 hektare, Aceh Timur 1.096 hektare, Subulussalam 1.040 hektare, Nagan Raya 997 hektare, dan Aceh Utara 937 hektare.
“Angka ini, menurut pegiat lingkungan, bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata ancaman ekologi yang berpotensi memicu bencana banjir, longsor, kekeringan, hingga konflik lahan,” ujarnya.
Khusus di Aceh Utara, LSM MaTA menemukan praktik perambahan kawasan hutan lindung oleh sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit. Aktivitas tersebut diduga berlangsung tanpa izin yang sah serta mengabaikan fungsi ekologis hutan yang dilindungi undang-undang.
“Hutan lindung memiliki fungsi vital menjaga tata air, mencegah bencana, sekaligus menopang kehidupan masyarakat. Namun justru kawasan ini dijadikan lahan sawit,”ungkapnya, Selasa (30/9).
Alfian menyebutkan, sejumlah perusahaan terindikasi beroperasi tanpa Izin Usaha Perkebunan (IUP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Bahkan, ada dugaan pembukaan lahan dilakukan langsung di kawasan hutan lindung, yang jelas dilarang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Fenomena ini, kata Alfian, menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah serta ketidakjelasan legalitas perizinan di sektor perkebunan. Karena itu, organisasi masyarakat sipil ini mendorong diseminasi hasil temuan agar publik, akademisi, media, dan pemerintah dapat melihat persoalan secara terbuka.
Afian menambahkan diseminasi bukan sekadar menyampaikan data, tapi juga forum dialog dan verifikasi bersama, sehingga muncul rekomendasi konkret untuk memperbaiki tata kelola perkebunan sawit di Aceh Utara.
“Kami berharap lahir kebijakan yang memperkuat penegakan hukum terhadap perusahaan pelanggar serta memastikan hutan lindung tetap terjaga sebagai aset ekologis dan sosial yang penting bagi keberlanjutan pembangunan di Aceh,” pungkasnya.