Polisi Tetapkan Nahkoda Kapal sebagai Tersangka Kasus Illegal Fishing Pukat Harimau di Aceh Singkil

Kupasan.com – Satreskrim Polres Aceh Singkil menetapkan nakhoda kapal KM Bintang Jaya yaitu seorang warga asal Sibolga, Provinsi Sumatra Utara sebagai tersangka dalam kasus penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan Aceh Singkil, tepatnya di sekitar Pulau Panjang, Kecamatan Singkil Utara.

“Kami menetapkan nakhoda kapal bernama Fransiskus Bakkara selaku nahkoda kapal KM Bintang Jaya sebagai tersangka. Pelaku ditetapkan sebagai tersangka illegal fishing karena menangkap ikan menggunakan pukat trawl atau pukat harimau,” kata Kapolres Aceh Singkil, AKBP Joko Triyono, SIK, dalam konferensi pers, di Aula Tibrata Polres Aceh Singkil, Jumat (24/10).

Menurut Kapolres, kasus penangkapan ikan menggunakan trawl ini merupakan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem laut serta melakukan penangkapan di luar zona yang telah ditetapkan pemerintah.

Perbuatan tersebut melanggar Pasal 85 Jo Pasal 9 ayat (1) Jo Pasal 100 Jo Pasal 7 ayat (2) huruf C Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

“Penangkapan ini berawal saat personel Sat Polairud Polres Aceh Singkil melaksanakan patroli rutin di wilayah perairan Kabupaten Aceh Singkil, pada Jumat (10/10) sekitar pukul 08.30 WIb,” katanya.

Karena, sebut Joko, saat itu petugas Sat Polairud Polres Aceh Singkil telah menerima laporan dari masyarakat tentang adanya aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di sekitar perairan Pulau Panjang dengan titik koordinat N 01°57.771’ E 098°05.598.

Tim patroli menemukan sebuah kapal berwarna oranye yang kemudian diketahui bernama KM BINTANG JAYA sedang melakukan aktivitas penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jenis Pukat Harimau.

Petugas sempat memberikan perintah untuk menghentikan kegiatan tersebut, namun kapal tidak mengindahkan dan justru berupaya melarikan diri sambil melepaskan jaring pukat untuk menghilangkan barang bukti. Tetapi, berkat kesigapan tim patroli, kapal akhirnya berhasil dihentikan tidak jauh dari lokasi awal dan dilakukan pemeriksaan.

Saat dilakukan pemeriksaaan, kapal tersebut tidak memiliki izin yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ika dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Zona Penangkapan Terukur dan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Selanjutnya, kapal KM BINTANG JAYA beserta seluruh awak kapal ditarik menuju daratan Aceh Singkil untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Dari hasil pemeriksaan, kami menetapkan satu orang sebagai tersangka yaitu Fransiskus Bakkara selaku nahkoda kapal, sedangkan awak kapal lainnya hanya ditetapkan sebagai saksi saja, karena di dalam kapal tersebut tidak ditemukan bom atau pun sejenisnya, sehingga hanya Nahkoda kapal saja yang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.

Saat ini, tersangka telah diamankan di rumah tahanan Polres Aceh Singkil, dan penyidik masih melengkapi administrasi penyidikan guna proses hukum lebih lanjut. Sedangkan ikan hasil tangkapan tersebut sudah di lelang oleh Dinas Perikanan setempat dengan total dana sebesar Rp 1,5 Juta.

Adapun barang bukti yang berhasil diamankan dalam kasus tersebut diantaranya, satu unit kapal KM BINTANG JAYA, dua rangkai jaring pukat berwarna hijau, satu unit MMS merk Orbcom, satu unit radio Icom IC-718, dua unit teropong, satu fish finder IS-668, dua set GPS (Ismarine IP 808 dan Garmin GPS 128).

Kemudian, satu buku catatan, serta 21 drum ikan hasil tangkapan dengan berat sekitar 1,5 ton. Selain itu, turut diamankan sejumlah dokumen kapal seperti buku kesehatan kapal, surat izin usaha perikanan, dan dokumen perizinan lainnya untuk dilakukan verifikasi.

Kapolres Aceh Singkil mengatakan, bahwa penangkapan tersebut merupakan bentuk komitmen Kepolisian dalam menindak tegas pelaku illegal fishing yang beraktifitas di wilayah Aceh Singkil yang dapat merusak ekosistem laut serta merugikan nelayan kecil.

“Hal ini tidak akan kami tolerir, karena hal tersebut tidak hanya merugikan nelayan lain, tetapi juga mengancam kelestarian sumber daya laut di wilayah Aceh Singkil,” tutupnya.

Pos terkait