Kupasan.com – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP AKSI) Aceh meminta pemerintah agar segera menghentikan aktivitas dua perusahaan sawit di Aceh Singkil, yaitu PT. Ensem Lestari dan PT. Nafasindo, yang dinilai telah merampas hak masyarakat dan merusak lingkungan.
“Gubernur Aceh harus segera menghentikan seluruh aktivitas PT. Ensem Lestari dan juga mencabut izin operasional PT. Nafasindo yang sudah tidak sah sejak 11 Mei 2023,” kata Koordinator Aksi, Musda Yusuf, saat menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Aceh, Kamis (19/6).
Tak hanya itu, ALAMP AKSI juga mendesak DPRA untuk segera memanggil manajemen kedua perusahaan guna dimintai pertanggungjawaban atas dugaan berbagai pelanggaran hukum yang terjadi.
Ia menyebutkan bahwa para pekerja di perusahaan tersebut masih menerima upah murah dan mengalami lembur yang tidak manusiawi.
Karena, sejak 1 Januari 2025, Pemerintah melalui Disnaker Aceh Singkil sudah menetapkan kenaikan gaji pokok dari Rp 3,4 juta menjadi Rp 3,6 juta. Tapi kenyataannya, pekerja Ensem Lestari tidak menikmati hak tersebut. Bahkan, upah lembur masih dibayar Rp 14.000 per jam sejak 2016.
“Ini merupakan bentuk penjajahan modern. Buruh diperas, hak normatif diabaikan. Ini dilakukan perusahaan dengan tameng investasi,” katanya.
Tak hanya soal upah, sebut Musda, pengelolaan limbah di PT. Ensem Lestari juga sangat buruk. Kolam limbah PT. Ensem tidak memiliki lapisan cor, dan ini sangat berpotensi mencemari air tanah dan biota sekitar.
Dan juga dinilai melanggar berbagai regulasi, seperti tidak memiliki kebun inti sebagaimana diatur dalam Permentan No. 98/2013, tidak memiliki alat pemantau kualitas air (SPARING) sebagaimana diwajibkan dalam Permen LHK No. P.93/2018, serta mengabaikan etika lingkungan dan kewajiban tanggung jawab sosial (CSR) pun disebut nihil.
“Padahal DPRK Aceh Singkil telah merekomendasikan penutupan perusahaan lewat surat resmi tertanggal 16 Mei 2025, tapi sampai saat ini perusahaan tersebut masih beroperasi seolah kebal hukum,” ujarnya.
Selain itu, perusahaan lainnya adalah, PT. Nafasindo juga dinilai telah melakukan aktivitas ilegal sejak izin Hak Guna Usaha (HGU) mereka berakhir pada 11 Mei 2023.
Perusahaan tersebut disebut masih mengelola 3.007 hektar lahan tanpa legalitas yang sah.
Ia menyebut, DPRK Aceh Singkil sebelumnya juga telah mengeluarkan keputusan pelarangan aktivitas PT. Nafasindo per 20 Mei 2025. Namun perusahaan tetap beroperasi dan dinilai membangkang terhadap aturan hukum.
Atas persoalan tersebut, ALAMP AKSI menuntut agar Gubernur Aceh menghentikan seluruh aktivitas PT. Ensem Lestari. Mencabut izin operasional PT. Nafasindo yang sudah tidak sah sejak 11 Mei 2023.
“DPRA harus meminta pertanggungjawaban dari PT. Nafasindo atas seluruh pelanggaran hukum. PT. Nafasindo harus mengembalikan seluruh hasil kebun yang diambil secara ilegal sejak Mei 2023 kepada negara,” katanya.
Meski Gubernur Aceh menyatakan kasus sedang ditangani, tetapi pernyataan tersebut dinilai belum cukup.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Aceh bukan ladang eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan rakus yang bersembunyi di balik surat izin dan kongkalikong birokrasi,” pungkasnya.