Kupasan.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) telah meningkatkan kasus studi banding Tuha Peut ke Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada 2024 lalu dari penyelidikan menjadi penyidikan sejak 2 Juli 2025.
Kepala Kejari Abdya, Bima Yudha Asmara, menjelaskan dari 152 desa di Abdya, sebanyak 147 desa mengikut sertakan Tuha Peutnya untuk studi banding yang menelan anggaran Rp10 juta per desa. Namun, penggunaan anggaran itu diduga tidak sesuai ketentuan.
“Sebelum dilakukan Penyidikan telah dilakukan Penyelidikan secara intensif sejak empat bulan lalu, dan saat ini di Penyidikan sebanyak 24 saksi telah diperiksa,” ungkap Bima, Minggu (6/7).
Kejaksaan juga telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh untuk menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan dana desa tersebut.
“Penyidik juga telah menemukan dua alat bukti, dan tinggal menunggu hasil audit resmi dari BPKP Aceh untuk penetapan tersangka,” ujarnya.
Sedangkan motif sementara, penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan asas manfaat dan efisiensi. Pemborosan anggaran melalui kegiatan studi banding serta dugaan gratifikasi terselubung yang melibatkan pihak ketiga secara berulang
Kemudian, penyidik juga telah meminta ke pihak terkait untuk mengembalikan Dana Desa yang diduga disalahgunakan. Namun, Bima menegaskan bahwa pengembalian dana tidak menghapus perbuatan pidana, sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, sehingga proses hukum tetap berjalan.
Dalam penyampaiannya, Kajari Bima menekankan penggunaan Dana Desa wajib mempedomani Permendes No. 7 dan No. 13 Tahun 2023, dengan prioritas untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dan berfokus mendukung penanganan kemiskinan ekstrem, program ketahanan pangan dan hewani, penurunan stunting, serta pengembangan potensi dan karakteristik desa.
Dana Desa, lanjut Bima, salah satunya dilaksanakan melalui swakelola oleh desa untuk mewujudkan kemandirian desa, yang dikembangkan itu kapasitas masyarakat desa, bukan aparatur desa.
“Kalau mau mengembangkan kapasitas aparatur desa, yang melaksanakan pihak Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak menggunakan Dana Desa,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan keterlibatan pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan dana desa sangat dilarang, terlebih kegiatan studi banding atau bimbingan teknis yang dilakukan di luar daerah dianggap menyimpang dari regulasi dan tidak dapat dibenarkan secara hukum.
“Ironisnya, kegiatan ini dilaksanakan dari tahun ke tahun dengan melibatkan pihak ketiga yang sama, bahkan ada indikasi peran serta dari oknum pihak yang seharusnya menjaga, mengarahkan dan membimbing Desa. Aparatur desa merasa terpaksa ikut karena khawatir kalau tidak ikut akan diperiksa. Ini sangat memprihatinkan,” ujar Bima.
Kajari Abdya juga menegaskan bahwa mulai tahun 2025, tidak ada lagi kegiatan studi banding atau bimbingan teknis aparatur desa diluar daerah yang menggunakan Dana Desa dalam bentuk apapun.
Kajari juga menyerukan agar seluruh pihak memahami tugas pokok dan fungsinya masing-masing, serta menjauhkan kepentingan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG).
Ia mengingatkan bahwa penyusunan regulasi terkait Dana Desa, termasuk dalam Peraturan Bupati, harus dilakukan tanpa adanya kepentingan dan harus berdasarkan peraturan yang lebih tinggi secara cermat dan konsisten.
“Dana Desa adalah amanah. Tidak boleh diselewengkan untuk kepentingan segelintir oknum,” tegasnya.